IDEAJA.com - Mengonsumsi garam berlebihan kerap dikaitkan dengan masalah kesehatan serius seperti hipertensi, penyakit jantung hingga stroke.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asupan natrium dari garam sebaiknya dibatasi hingga maksimal 2.000 miligram per hari. Namun, banyak negara mencatat konsumsi garam yang jauh melebihi batas tersebut, sehingga diperlukan langkah-langkah khusus untuk mengurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari.
Ahli gizi dan peneliti pola makan sehat, Leony Susan mengatakan, penggunaan monosodium glutamate (MSG) dapat menjadi solusi untuk menikmati makanan yang tetap lezat dan rendah garam.
"MSG sudah lama dikenal sebagai penambah rasa umami, yang mampu memperkaya cita rasa tanpa harus menambah banyak garam," kata Leony, Sabtu (2/11/2024).
Menurut Leony, masalah konsumsi garam berlebih kian meningkat di masyarakat modern. Banyak orang tidak menyadari bahwa garam tidak hanya berasal dari penambahan langsung saat memasak, tetapi juga terkandung dalam makanan olahan dan siap saji.
"Mengurangi konsumsi garam menjadi langkah penting guna menjaga kesehatan jangka panjang," tuturnya.
Menurut Leony, rasa umami dari MSG dapat membantu menurunkan asupan natrium tanpa mengorbankan cita rasa. Dengan menggunakan MSG, kebutuhan garam dalam masakan bisa dikurangi hingga 30 hingga 40 persen. Sebab, MSG hanya mengandung sekitar 12 persen natrium, jauh lebih rendah dibandingkan dengan garam meja yang mengandung 39 persen natrium.
"Contohnya saat memasak sup, kita bisa mengganti sebagian garam dengan MSG agar rasa tetap enak, namun kadar natrium lebih rendah," ujarnya.
Penggunaan MSG tidak hanya bermanfaat untuk rasa, tetapi juga memberikan dampak kesehatan yang signifikan, terutama bagi mereka yang rentan terhadap hipertensi atau masalah jantung. Dalam jangka panjang, pengurangan asupan natrium dengan bantuan MSG dapat membawa manfaat kesehatan yang nyata.
Penelitian juga menunjukkan bahwa MSG aman digunakan dalam jumlah wajar, dan sejumlah klaim negatif tentang MSG seperti "sindrom restoran China" telah terbukti tidak berdasar melalui berbagai studi ilmiah. Seperti dilansir dari suara.com